Rabu, 08 April 2015

" Tiga Senjata Favorit Bambang Pamungkas "

Penulis: bepe, 06 April 2015
Hotel Grand Mahkota, Lamongan, 6 April 2015.
Empat tahun terakhir sejak menjadi Executive Comittee Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia, praktis kesibukan saya menjadi sedikit meninggkat. Utamanya menjelang akhir hingga kompetisi musim baru digelar. Hal tersebut dikarenakan banyaknya permasalahan sepakbola yang berkaitan dengan para pemain profesional di Indonesia.
Segala permasalahan yang selama kurun waktu empat tahun terakhir selalu saja hadir menghiasi persepakbolaan negeri ini.
Tugas asosiasi pemain adalah menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi para pemain profesional. Baik mereka yang berani dan secara terang-terangan menyaku menjadi anggota. Maupun mereka yang tidak cukup berani menjadi anggota, namun berharap mendapatkan keuntungan dari apa yang asosiasi pemain perjuangkan.
Pertemuan-pertemuan penting dengan para stakeholder sepakbola di negeri ini menjadi sesuatu yang rutin saya dan rekan-rekan pengurus APPI lakukan. Demikian halnya beberapa bulan terakhir ini. Bertemu dengan Menpora, Tim Sembilan (Kemenpora), BOPI, PSSI, Perwakilan Klub, Pengacara, Exco APPI dan juga para pemain membuat hari-hari saya menjadi sedikit terlalu serius.
Hal yang memaksa saya untuk sementara waktu harus melupakan kebiasaan saya, yaitu menulis di blog. Setelah kurang lebih tiga bulan absen menulis, malam ini ditemani lagu-lagu group band lawas asal Amerika Creedence Clearwater Revival akhirnya saya pun membulatkan tekad untuk kembali membuat coretan.
Empat atau lima bulan terakhir keseharian saya dapat dikatakan sedikit terlalu serius. Terlalu banyak aktivitas-aktifitas yang membuat saraf-saraf saya menjadi kaku. Oleh karena itu pada tulisan kali ini, saya ingin membahas sesuatu yang lebih santai, tidak terlalu berat, dan jauh dari apa itu yang namanya serius.
Kali ini saya ingin membahas mengenai senjata. Hmmm tenang-tenang. jangan terpancing untuk menjadi serius dulu. Senjata yang saya maksud bukanlah senjata tajam, atau bahkan senjata api. Senjata yang saya maksud adalah sepatu, iya sepatu sepakbola yang bagi para pesepakbola adalah sebuah senjata utama yang maha penting.
Selama dua puluh puluh tujuh tahun mengenal dan memainkan olahraga ini, sudah barang tentu saya telah merasakan mencoba begitu banyak sepatu sepakbola. Mulai dari yang berbahan kulit, sintetis, maupun perpaduan diantara keduanya.
Empat belas dari dua puluh tujuh tahun tersebut memang saya habiskan bersama salah satuapparel ternama dari Amerika. Namun demikian hal tersebut tidak serta-merta membuat saya tidak mencoba beberapa model senjata dengan merek-mereka yang lain.
Dan dibawah ini adalah tiga jenis senjata yang menjadi favorit saya selama ini:

1. Adidas Predator Touch

Kita mulai dengan yang pertama. Adidas Predator Touch. Sepatu ini diproduksi pada tahun 1996 oleh produsen alat-alat olahraga Adidas asal Jerman. Awal mula saya tertarik menggunakan sepatu ini adalah karena idola saya. Iya karena Paul Gascoigne, ia menggunakan sepatu ini selama gelaran Piala Eropa 1996 di Inggris.
Kombinasi warna merah, putih dan hitam khas Adidas yang dipadu padan dengan ornamen karet menyerupai sisik buaya di bagian depan, membuat sepatu ini memiliki kesan garang. Saya membeli sepatu ini untuk kali pertama di Singapura, sepulang memperkuat tim nasional pelajar asia di Asian School Tournament di Patna, India.
Adidas Predator Touch ini saya gunakan antara tahun 1996 hingga 1998, sebelum pada akhirnya saya menanda tangani kontrak dengan produsen apparel Nike dari Amerika.
Sepatu model ini memiliki dua jenis pul (stud), satu berbentuk bulat dan, satu lagi berbentuk pipih (blade). Saya memilih yang berbentuk buat, menyesuaikan jenis kontur permukaan lapangan di Indonesia yang ketika itu biasanya agak keras.
Ada cerita menarik mengenai sepatu ini. Pada suatu ketika saking bangganya dengan sepatu ini, saya bahkan sering kali menggunakan sepatu ini untuk pergi ke sekolah. Ketika itu saya duduk di bangku kelas 2(C) di SMA Negeri 1 Salatiga.
Hal bodoh yang mengakibatkan beberapa pul Adidas Predator touch tersebut patah. Sepatu itu sendiri akhirnya hilang dicuri orang, saat tengah saya jemur di genteng belakang asrama Diklat Salatiga. Sampai dengan saat saya menulis artikel ini, saya tidak pernah tahu siapa gerangan si pencuri sepatu Adidas Predator Touch kesayangan saya tersebut.
Baru-baru ini Adidas membuat kembali versi remake dari sepatu predator ini, namun sangat susah untuk mendapatkan nya. Belum lagi dengan ukuran kaki saya yang tergolong kecil untuk ukuran kaki eropa, sehingga sangat susah untuk mendapatkan sepatu-sepatu dengan versi-versi limited edition.

2. Nike Mercurial 1.0 R9

Berikutnya adalah Nike Mercurial 1.0 R9. Sepatu ini adalah generasi pertama Nike Mercurial yang terinspirasi oleh sosok pesepakbola fenomenal asal Brazil bernama Luis Nazario de Lima, atau lebih kita kenal dengan nama Ronaldo.
Dari model pertama hingga yang terakhir, Mercurial 1.0 R9 boleh adalah favorit saya. Sepatu ini memiliki warna dasar hitam dengan kombinasikan garis menyerupai gelombang ombak berwarna putih. Sepatu ini termasuk generasi pertama sepatu-sepatu sepakbola yang menggunakan bahan dasar kulit sintetis.
Dalam rangka merayakan ulang tahun ke-10 Mercurial, Nike sempat memproduksi ulang sepatu ini. Sepatu yang diproduksi terbatas tersebut diberi nama Nike Mercurial Vapor III R9 10th Anniversary. Sepatu tersebut ludes terjual dalam waktu yang cukup singkat.
Di ulang tahun Mercurial yang ke 15, Nike kembali me-reproduksi sepatu ini. Kali ini berwarna kombinasi biru, silver dan kuning dengan nama Nike Mercurial Vapor lX SE 15th Anniversary. Penampakan sepatu ini sama persis dengan Mercurial R9 yang digunakan Ronaldo saat membela Brazil di Piala Dunia 1998. Sama seperti edisi ulang tahun ke-10, sepatu ini juga laris manis terjual dalam waktu singkat.
Sejujurnya perjalanan serta pencapaian saya dalam berkarir tidak dapat dipisahkan dari sepatu Nike jenis Mercurial ini. Selama empat belas tahun menjadi brand ambassador Nike Mercurial, sudah barang tentu saya selalu menjadi pemain Indonesia pertama yang mencoba, dan menggunakan setiap keluaran terbaru sepatu Nike jenis Mercurial ini. Dari mulai Mercurial R9 hingga ke Mercurial Vapor CR7.
Lebih spesial lagi, Nike Mercurial 1.0 R9  adalah sepatu yang saya gunakan saat menjalani debut, serta mencetak gol pertama saya bersama tim nasional Indonesia.

3. Asics Testimonial Light Nero

Kurang afdol rasanya jika membahas sepatu-sepatu sepakbola favorit tanpa memasukkan sepatu model klasik, atau yang terbuat dari bahan kulit. Sebelum maraknya sepatu-sepatu sepakbola berbahan dasar kulit sintetis atau rajutan benang merajai pasaran, hampir semua produsen sepatu sepakbola menggunakan kulit sebagai bahan dasar dari produk-produk mereka. Sekarangpun masih ada beberapa, namun jumlahnya sudah tidak begitu banyak lagi.
Saya mengawali perjalanan panjang karir saya pada tahun 1988 dengan sepatu berbahan dasar kulit ber-merek Foxy. Setelah Foxy saya juga sempat merasakan menyepak si kulit bundar dengan dibalut beberapa merek lain beberapa diantaranya Adidas, Lotto, Topper, Kika, Nike, Reebok, Diadora dsb.
Salah satu ciri khas sepatu-sepatu sepakbola dengan model klasik adalah memiliki lidah yang menjulur keluar diatas tali sepatu. Untuk sepatu-sepatu klasik ini ada beberapa model yang cukup meninggalkan kesan di hati saya. Beberapa sepatu tersebut adalah Lotto Stadio Classic, Nike Tiempo Premier 94, Diadora Brazil, dan Asics Testimonial Light Nero.
Diantara model sepatu yang saya sebut pada paragraf di atas, Asics Testimonial Light Nero adalah favorit saya. Sejujurnya saya mengenal sepatu ini karena terbawa euforia tim nasional Primavera, dan Baretti pada sekitar tahun 1995 an.
Pada masa-masa itu saya pikir semua pecinta sepakbola di tanah air memperhatikan kiprah dari kedua tim tersebut. Terutama tim Primavera yang ketika itu digawangi pemain-pemain harapan masa depan seperti Kurniawan D.J, Bimasakti, Indriyanto, Kurnia Sandy dkk.
Pada masa itu hampir semua tim nasional Indonesia dari level usia dini hingga senior menggunakan apparel bermerek Asics. Hal tersebut membuat Asics begitu terkenal di Indonesia. Salah satu yang paling fenomenal adalah Asics Testimonial Light Nero, karena hampir semua pemain tim nasional Indonesia ketika itu menggunakan sepatu dengan merek dan model tersebut.
Kelebihan sepatu ini adalah kenyamanan. Dan untuk sepatu sepakbola berbahan dasar kulit, Asics Testimonial tergolong lebih ringan dibanding dengan merek-merek yang lain. Hal tersebut yang membuat sepatu ini banyak digemari para pesepakbola Indonesia ketika itu.
Saya pertama kali menggunakan sepatu ini pada tahun 1997, dan menggunakannya kembali pada tahun 2004 saat terjadi jeda dalam kontrak panjang saya bersama Nike. Pemain-pemain top dunia yang sempat menjadi brand ambbassador dari sepatu dengan merek ini diantaranya adalah Roberto Mancini, dan Alessandro Nesta.
Tiga sepatu sepakbola diatas adalah tiga senjata favorit saya selama berkarir di dunia sepakbola hingga saat ini. Saya selalu ingin mengulangi masa-masa dimana saya menggunakan sepatu-sepatu tersebut. Namun sayang diantar tiga sepatu tersebut hanya Asics Testimonial Nero Light yang masih diproduksi, itupun sangat susah untuk mendapatkannya.
Sedang Adidas Predator Touch, dan Nike Mercurial 1.0 R9 sudah tidak diproduksi lagi. Adidas dan Nike memang sempat memproduksi dua sepatu tersebut, namun dalam jumlah yang sangat terbatas, sehingga sangat sulit untuk mendapatkannya.
Disaat kebersamaan sama bersama apparel Nike berakhir, sayapun kembali menggunakan salah satu dari tiga sepatu favorit saya tersebut, yaitu Asics Testimonial Light Nero. Termasuk ketika Persija Jakarta bertandang ke kandang Arema Cronus, sabtu 4 April 2015 yang lalu. Tiga gol yang bersarang ke gawang Kurnia Meiga malam itu saya cetak menggunakan sepatu model tersebut.
Tiga sepatu diatas adalah sepatu sepakbola favorit versi saya. Saya yakin rekan-rekan sekalian pasti memiliki sepatu sepakbola favorit versi anda masing-masing. Oleh karena itu silakan menyebutkan tiga sepatu favorit anda, saat me-retweet dan memberi komentar artikel ini melalui twitter. Terima kasih.
NB: Jika ingin melihat penampakan senjata-senjata favorit saya diatas, silakan mencarinya melalui google, dengan keywords nama sepatu-sepatu tersebut.
Selesai....

#Follow ; @BepeNews

3 Gol BP || Arema vs Persija (4-4) Highlights and Goals full || HD || QNB league

Follow : @BepeNews

GOL PERDANA QNB League || Freekick Mematikan Bambang Pamungkas ke Gawang Arema

Follow : @BepeNews

Fenomena Bambang Pamungkas

QNB League secara resmi dibuka, Sabtu (4/4/2015). Nama Bambang Pamungkas menjadi sendiri di laga pembuka tersebut. Tiga buah gol diceploskan Bambang ke gawang Arema Cronus. Bagaimana sebenarnya sepak terjang Bambang?

“Awas ada Bepe,” begitu kira-kira ungkapan yang wajib diwaspadai pemain-pemain semua klub di QNB League ketika pemain veteran itu mendekati area berbahaya. Lengah sedikit saja, Bepe atau Bambang Pamungkas bisa menghadirkan mimpi buruk.
Drama hujan gol di Stadion Kanjuruhan kala Persija menantang Arema Cronus, Sabtu (4/4/2015) lalu menjadi saksi kehebatan Bepe belum habis dimakan usia. Dia menjadi bintang dalam laga berakhir imbang 4-4 itu.

Hattrik pemegang 83 caps di tim Garuda itu benar-benar membungkam ribuan Aremania yang berharap tim kesayangannya mendulang poin penuh di laga perdana QNB League.
Pelatih Arema Cronus Suharno pun dibuat geleng kepala setelah ambisinya mendulang poin penuh, buyar akibat penampilan cemerlang Bepe. Suharno mengaku begitu terpukul dengan kehadiran tiga gol dari kaki juru gedor Macan Kemayoran itu. Apalagi gol Bepe semuanya tercipta lewat eksekusi bola mati.

“Jika pemain fokus, tiga gol dari bola mati itu tidak akan terjadi,” kata Suharno saat memberi keterangan pers seusai pertandingan.
“Hasil ini bukan kesalahan pemain. Apalagi jika dikatakan kesalahan pemain belakang, Saya tidak setuju. Tim pelatih akan melakukan evaluasi total setelah pertandingan ini,” ujar Suharno menyesalkan hasil imbang yang diraih timnya.

Di usia 34 tahun, Bepe pantas dikatakan sebagai serdadu tua. Tapi kemampuannya tetap sejajar bahkan mungkin berada di atas rata-rata penyerang klub-klub di kompetisi kasta tertinggi nasional. Tak heran apabila, rekan setimnya, Ismed Sofyan, begitu memujanya. Ismed secara blak-blakan mengaku rekan setimnya itu tetap merupakan penyerang berbahaya di kompetisi Tanah Air.
Pelatih Rahmat Darmawan rasanya juga tidak sia-sia memboyong kembali pemain berpostur 170 sentimeter itu ke hadapan The Jakmania. Pemilik nomor abadi 20 di Persija itu telah membuktikan tak ingin berhenti untuk terus mengukir gol demi gol pada tim yang dia bela.
Musim lalu, dia juga membuktikan profesionalisme dan kehebatannya pembunuh di lini depan. Bepe mengukir dua gol pada debutnya bersama Pelita Bandung Raya. Hebatnya, dua gol itu dia ceploskan ke gawang tim yang membesarkan namanya, Persija Jakarta.

Selain tendangan kaki kiri, salah satu ciri khas Bepe adalah akurasi sundulan kepala. Jumping yang tinggi mengikis kelemahan postur tubuh mungil yang dia miliki.
Tak ayal, bek-bek lawan yang berpostur tinggi tegap pun kerap kalah duel udara.
Kecemerlangan Bepe sudah terbukti sejak musim pertamanya di percaturan sepak bola nasional. Bambang menjaringkan 24 gol pada musim pertamanya di Liga Indonesia walaupun tim yang diwakilinya Persija Jakarta gagal ke babak akhir. Saat musim tersebut berakhir, Bambang bergabung dengan sebuah tim Divisi Tiga Belanda, EHC Norad.

Namun masalah keluarga dan kegagalan dalam menyesuaikan diri dengan cuaca sejuk Eropa menyebabkan beberapa bulan setelah itu, EHC Norad meminjamkan Bambang kembali kepada Persija sebelum kedua-dua pihak mengakhiri kontrak atas persetujuan bersama.
Pada 2005 Bambang menandatangani kontrak dengan Selangor FC. Pada tahun itu dia menjadi pencetak gol terbanyak Liga Malaysia dengan 22 gol. Pada Musim 2007 ia kembali memperkuat Persija Jakarta di Liga Indonesia.
Pada 2010 ia hendak menjalani masa trial di Selandia Baru, klub Wellington Phoenix FC tetapi gagal untuk mengamankan kontrak.
Pada 9 Desember 2013, ia menandatangani kontrak berdurasi satu tahun dengan Pelita Bandung Raya. Dia mencetak dua gol debut bagi klubnya saat melawan Persija dan pertandingan berakhir dengan hasil imbang 2-2.

Penampilan pertama Bambang bersama Timnas senior adalah pada 2 Juli 1999 dalam pertandingan persahabatan melawan Lithuania. Bambang, yang saat itu baru berusia 18 tahun, berhasil menciptakan sebuah gol dalam pertandingan yang berakhir seri 2-2.

Pada tahun 2002, Bambang menjadi pencetak gol terbanyak dengan delapan gol dari enam penampilan sekaligus membantu Indonesia menjadi runner up Piala Tiger 2002. Pada 10 Juli 2007, ketika pertandingan Indonesia-Bahrain, ia mencetak gol, memastikan Indonesia menang 2-1.
Saat ini Bambang menjadi pemegang rekor penampilan terbanyak (caps) dan Top Skorer untuk Indonesia dengan 77 penampilan dan 36 gol sesuai dengan pertandingan katagori A FIFA. Tetapi jika mengikutkan pertandingan Non-FIFA (termasuk melawan Klub dan Tim Nasional U-23) maka penampilan Bambang adalah 88 dengan 42 gol.

Kendati masih bertaji sebagai pemain subur, Bepe memutuskan tidak ingin berkostum Timnas lagi. Pada 1 April 2013, dia menyatakan pensiun dari Timnas Indonesia.

Follow : @BepeNews

#TanyaBepe Edisi 5

Follow : @BepeNews

#TanyaBepe Edisi 4

Follow ; @BepeNews

#TanyaBepe Edisi 3



Follow ; @BepeNews

#TanyaBepe Edisi 2



Follow : @BepeNews

#TanyaBepe Edisi 1



Follow : @BepeNews


FOTTO || Bambang Pamungkas 2015















































Follow : @BepeNews