Penulis: bepe, 17 June 2015
Sanksi administrasi yang diberikan
Menpora kepada PSSI, membuat organisasi sepakbola tertinggi di
Indonesia ini tidak lagi mampu untuk menjalankan roda kompetisi.
Berhentinya liga mengakibatkan klub-klub kehilangan pemasukan. Imbasnya
klub kesulitan untuk membayar gaji pesepak bola nya, dan para pesepak
bola pun kehilangan mata pencaharian.
Apakah ada yang salah dengan pernyataan tersebut diatas? sama sekali tidak, dan memang benar demikianlah adanya.
Namun ketika hilangnya penghasilan pesepak bola yang
dijadingan alasan utama, agar pemerintah segera mencabut sanksi
administratif yang telah dijatuhkan kepada PSSI, kok rasanya saya kurang
sepaham.
Pernyataan yang berisi, sanksi Menpora lah yang membuat
kompetisi berhenti, sehingga klub-klub tidak lagi mampu membayar gaji
para pesepak bola, tidaklah salah, hanya saja sedikit kurang pas.
Mungkin lebih pas nya begini. "Tidak disanksi
pemerintah sehingga kompetisi dapat berjalan normal saja, klub-klub
masih sering kesulitan untuk membayar gaji pesepak bola, apalagi kok
sekarang disanksi".
Secara pribadi saya merasa terharu melihat PSSI sebagai
induk organisasi sepakbola tertinggi di Indonesia, saat ini begitu
getol "memperjuangkan" hak-hak hidup para pesepak bola. Namun
saya juga harus jujur, jika diantara rasa haru tersebut terselip pula
rasa aneh, juga khawatir
Aneh dan khawatir karena apa?
Aneh karena:
Bukankan federasi juga yang selama beberapa tahun terakhir ini melakukan"pembiaran" terhadap klub-klub yang dalam beberapa kesempatan menunggak hak-hak para pesepak bola nya?
Bukankah federasi juga yang selama ini memberikan "toleransi" kepada beberapa klub untuk dapat terus berkompetisi, padahal kewajiban klub tersebut terhadap pesepak bola nya belum selesai?
Khawatir karena:
Jangan-jangan ketika nantinya perjuangan mengatasnamakan
hak-hak pesepak bola ini berhasil, federasi lupa terhadap esensi dari
apa yang mereka perjuangkan saat ini.
Jangan-jangan ketika nantinya sanksi itu benar-benar
dicabut, sehingga PSSI kembali aktif dan dapat menggelar kompetisi,
hak-hak pesepak bola dalam perjalanannya tetap saja tidak terlindungi.
Kekhawatiran yang saya pikir wajar, mengingat sebagai
wakil presiden Asosiasi Pesepak bola Profesional Indonesia (APPI), saya
tentu ingat betul bagaimana perjalanan para pesepak bola Indonesia dalam
memperjuangkan hak-haknya. Hal tersebut yang membuat saya begitu
berhati-hati dalam menyikapi konflik yang terjadi saat ini.
Bagaimana saya dapat serta-merta sepaham dengan "perjuangan" federasi yang mengatasnamakan penderitaan pesepak bola, wong selama ini kami jelas-jelas berhadapan dengan "mereka" dalam memperjuangkan hak-hak para pesepak bola profesional di Indonesia.
Sekali lagi saya sampaikan, jika saya tidak sedang dalam
posisi untuk bersepaham dengan pihak manapun. Saya hanya ingin
mengingatkan, bahwasanya dasar dari apa yang diperjuangkan oleh klub dan
federasi saat ini, memiliki konsekuensi pertanggungjawaban yang tidak
ringan.
Jika klub dan federasi paham betul dengan apa yang sedang
mereka perjuangkan, maka sejatinya mereka juga harus siap, dan rela
untuk melakukan instropeksi kedalam jajaran mereka sendiri.
Artinya jika nantinya perjuangan mengatasnamakan hak hidup
orang banyak (pesepak bola) ini berhasil, maka hal-hal yang
bertentangan dengan apa yang saat ini sedang mereka perjuangkan, dimasa
yang akan datang tidak boleh terjadi lagi.
Aturan mengenai verifikasi peserta kompetisi mau tidak mau
harus benar-benar ditegakkan. Tidak boleh lagi ada toleransi, atau
perlindungan kepada klub-klub yang menunggak gaji pesepak bola nya.
Tidak ada lagi tindakan "menutup mata" atau bahkan "intimidasi" kepada para pesepak bola yang memperjuangkan hak-haknya.
Serta satu hal lagi, pengakuan terhadap asosiasi pesepak bola profesional di Indonesia. Mengapa? karena pada akhirnya toh kita sepaham (setidaknya untuk saat ini) jika hak-hak para pesepak bola memang harus dilindungi.
Jika federasi tidak mampu melakukan apa yang tersebut
diatas. Maka jangan salahkan masyarakat, jika pada akhirnya melihat PSSI
sebagai sebuah organisasi yang hanya memanfaatkan "amanat penderitaan pesepak bola" sebagai alat bargaining untuk menyelamatkan organisasi.
Mengapa demikian? Karena saat ini banyak sekali
suara-suara sumbang diluar sana yang bertanya-tanya, kemana saja klub
dan federasi saat pesepakbola "kleleran" memperjuangkan
hak-haknya, kok tiba-tiba saat ini berjuang agar sanksi dicabut, dengan
dalih sanksi membuat para pesepakbola kehilangan penghasilan?
Sebuah pertanyaan yang saya pikir hanya dapat mereka jawab
dengan perbaikan kedalam, dan bukti kinerja positif, serta lebih
profesional dimasa yang akan datang.
Semoga klub dan federasi paham betul dengan konsekuensi
dari apa yang mendasari perjuangan mereka saat ini. Sehingga kedepan
tata kelola persepakbolaan kita menjadi lebih baik, serta lebih
profesional dalam segala hal. Agar cabang olahraga yang paling digemari
di republik ini, mampu memberikan prestasi yang dapat dibanggakan.
Jika hal tersebut benar-benar terjadi, maka secara pribadi saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada PSSI.
Selesai....
#salamBepelovers20